Rabu, 14 Agustus 2013

PENTINGNYA SEBUAH KEJUARAAN

Penulis :
Ir. BIasworo Adisuyanto Aka, MM
Surabaya, 15 Agustus 2013

Kebanggaan dan perasaan puas meredam emosi seorang pelatih senam, ketika atlet hasil binaannya mampu menampilkan rangkaian gerakan secara sempurna pada alat lantai ataupun alat lainnya. Tanpa sadar pelatih tersebut bersorak dan meluapkan kegembiraannya melalui lompatan-lompatan kecil disertai tepuk tangan yang tak kunjung henti, serta terdengar suara halus yang hampir tidak terdengar…… yes.. Kegembiraan pelatih semakin meluap ketika perolehan nilai yang dimunculkan wasit juga sudah memenuhi  standard penilaian. Walau nilai yang dihasilkan masih terhitung belum memenuhi kreteria sebagai pemenang, namun pelatih tersebut tetap merasakan puas dan memberikan aplos kepada atletnya.  Baginya, keberhasilan pembinaan tidak diukur hanya dari perolehan medali semata. Namun, kesempurnaan gerak dan disiplin atlet dalam melakukan rangkaian gerakan yang menjadikan faktor utama keberhasilan seorang pelatih.  Kesempurnaan gerak atletnya dapat dilihat selain dari kerapihan gerak yang dilakukan, juga dari nilai execution juri B (pengurangan nilai dari kesalahan gerak yang dilakukan seorang atlet) sangat kecil. Ini menandakan ada kesesuaian antara pembinaan latihan yang dilakukan oleh seorang pelatih dengan seorang wasit sebagai penentu perolehan nilai.

Situasi seperti itu sering terjadi di berbagai kejuaraan senam, baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional. Penilaian tentang keberhasilan dalam sebuah kejuaraan senam timbul dua sisi perbedaan yang sangat bertentangan. Disisi seorang pelatih senam, orientasi keberhasilan selalu diikur dari tingkat capaian kesempurnaan atletnya dalam melakukan aktivitas rangkaian geran pada kejuaraan, tidak terlalu mengutamakan seberapa banyak atletnya memperoleh medali. Sedangkan pada sisi lain, khususnya bagi seorang atlet bahwa orientasi keberhasilan selalu diukur hanya dari perolehan medali. Kekecewaan akan melanda dirinya, ketika predikat sebagai juara satu, dua, atau tiga tidak mempu dia raih dengan baik. Baginya, perolehan medali adalah segalanya dan merupakan tolok ukur berhasil tidaknya dalam mengikuti proses latihan.

Kedua pendapat yang saling bertolak belakang tersebut bila disimak mempunyai sisi kebenaran. Bagaimana tidak, wajar saja bila pelatih dan atlet mempunyai orientasi berbeda dalam mengukur sebuah keberhasilan mereka tinjau dari sudut pandang mereka sendiri. Atlet menganggap bahwa pelatihnya sudah mempunyai kepercayaan yang tinggi atas kemampuannya, sehingga diperkenankan untuk mengikuti kejuaraan tersebut. Seorang atlet tidak akan mengukur sejauh mana tingkatan kompetisi yang dia ikuti, dia hanya percaya dan patuh kepada segala perintah  pelatihnya. Keharusan atlet dalam mengikuti kejuaraan tersebut oleh pelatihnya,  akan memunculkan pemahaman pada diri atletnya bahwa dia sudah memiliki kesetaraan dengan lawan yang akan dihadapinya saat dikejuaraan. Namun kenyataan yang terjadi dilapangan sangatlah berbeda, atlet merasakan penampilan lawannya  jauh di atas kemampuan dirinya. Tidak hanya itu yang ia lihat, tingkat usia dan kedewasaan lawan tandingnyapun sangat jauh berbeda di atasnya. Timbul sebuah pertanyaan yang ia tidak ia lontarkan kepada pelatihnya, mungkinkah ia akan mampu memenangkan kejuaraan ini ? sementara lawan tanding dalam kejuaraan senam ini rata-rata berada di atasnya.

Pelatih menganggap bahwa keikutsertaan atletnya dalam berbagai kejuaraan, akan berdampak baik terhadap perkembangan prestasi atletnya. Semakin banyak atletnya mengikuti berbagai kejuaraan, akan menambah pengalaman berlomba bagi atletnya. Pengalaman yang diperoleh atletnya diberbagai kejuaraan tersebut, dianggap akan selalu berujung pada peningkatan prestasi. Kenyataannya tidaklah demikian, semakin banyak atlet merasa selalu kecewa disetiap kejuaraan yang ia ikuti akan berdampak kepada penurunan prestasi. Keinginan menang dalam berbagai kejuaraan yang diikuti oleh seorang atlet adalah wajar. Kekalahan terus menerus yang ia dapatkan dari berbagai kejuaraan, tentunya akan membawa perasaan atlet tersebut ketitik jenuh dalam berlatih. Atlet akan menganggap bahwa proses latihan yang  ia ikuti tidak bermanfaat sama sekali. Motivasi berlatih dari diri atlet tersebut akan melemah, dan semakin lama berdampak keinginan untuk beralih cabang olahraga.

Hal buruk yang sering terjadi pada diri atlet tersebut, terkadang tidak tertangkap oleh pelatihnya. Namun ketika atletnya sedikit demi sedikit hilang dan mengundurkan diri dari proses latihan rutin, hanya kekecewaan besar yang ia rasakan. Atlet yang begitu lama ia bina dengan harapan akan menjadi kebanggaan dirinya dan semua orang, pupus begitu saja.

Seorang pelatih tidak mampu merubah kondisi yang memprihatinkan ini. Semua ini akibat minimnya pelaksanaan kejuaraan berjenjang di tanah air tercinta ini. Jangankan untuk melaksanakan kejuaraan  antar kelompok umur, pelaksanaan kejuaraan nasional saja tidak mampu secara rutin dilaksanakan oleh induk organisasi senam. Faktor utama minimnya pelaksanaan kejuaraan tersebut diakibatkan dari terbatasnya dana organisasi. Sumber dana tergantung dari Pemerintah, pemerintah daerah atau Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Pelaksanaan sebuah kejuaraan untuk cabang olahraga senam selama ini selalu dianggap menghabiskan dana yang cukup besar. Sehingga, ada rasa kekawatiran yang mendalam bagi induk organisasi cabang olahraga mulai dari tingkat daerah sampai ke tingkat nasional untuk melaksanakan kejuaraan.

Situasi seperti ini berdampak kepada menurunnya motivasi klub-klub senam untuk berkiprah. Banyak klub senam enggan untuk meneruskan pembinaan, dan berujung pembubaran klub. Oleh sebab itu, perlu menjadi kajian bersama dalam mewujudkan sebuah even perlombaan senam. Kecenderungan anggaran terbesar yang harus diemban panitia penyelenggara dalam even perlombaan adalah pengadaan akomodasi dan konsumsi peserta, honor dan transport juri dan wasit, honor panitia, serta pengadaan perlengkapan (medali, sewa gedung, dll). Tidak jarang dalam pelaksanaan sebuah kejuaraan senam, membutuhkan dana penyelenggaraan yang tidak kurang dari 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), apalagi bila perlombaan tersebut berskala  nasional. Hal ini yang menjadikan salah satu indikator jarangnya terwujudnya pelaksanaan sebuah kejuaraan senam.

Kondisi kebutuhan dana penyelenggaraan kejuaraan senam tersebut sebenarnya bila ditanggung secara bersama akan dapat meringankan beban panitia pelaksana. Sehingga kejuaraan senam dapat terselenggara secara baik setiap tahun. Kebersamaan ini dengan lebih mengedepankan kepentingan pembinaan dan peningkatan prestasi atlet senam. Artinya, bahwa anggaran biaya itu sebaiknya ditompang secara bersama oleh seluruh peserta, dengan demikian, panitia penyelenggara menjadi ringan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar